cerpen 2
Andiku Sayang. . . Aku masih menunggunya. Tepat disaat ulang tahunnya yang ke-24. Aku masih berdiri ditengah keramaian orang-orang yang hilir mudik keluar dari sebuah pabrik elektronik dimana tempat orang yang kutunggu juga bekerja di tempat itu. Jam tangan bewarna merah yang dengan setia terus bertengger di tangan kananku sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh lima menit malam. Mataku masih mencari. “Maaf lama. Udah dari tadi ya?” Seorang laki-laki menegurku tepat disaat aku memang sedang menunggunya. “Udah lumutan nih, nungguin dari tadi.” Kataku kesal. “Maaf deh. Namanya juga orang kerja, jadi nggak bisa seenaknya. Lagian pabrik ini juga bukan pabrik orang tuaku. Mungkin kalo pabrik ini punya orang tuaku, aku bisa bolos sekali-kali.” Laki-laki itu berusaha untuk memberi alasan padaku. “Oke. Dimaafkan. Sekarang kita mau kemana?” tanyaku pada laki-laki yang sebenarnya bernama Andi itu.